Asmujiono:Everest '97


Cerita Pendakian Everest oleh Tim Indonesia 1997 yang dikutip dari buku "The
Climb" karangan Anatoli Boukreev yang juga sebagai pemimpin pada ekpedisi
tersebut. Memuat juga cerita dari sudut lain tentang tragedi Everest 1996.


KEMBALI KE MT. EVEREST

Boukreev kembali ke Nepal dan pada tanggal. 25 september 1996 mendaki tanpa
tabung zat asam Cho Oyu (8201m) dan pada 9.oktober mendaki Sisha Pangma (Puncak
Utara, 8008m).Di musim gugur Boukreev mengunjungi kantor temannya Ang Tshering
dari Asian Trekking di Kathmandu, lalu dia mengajukan satu Proyek ke Boukreev.

Satu tim dari Indonesia tahun depan ingin mendaki Mt. Everest melalui Sudost
grat (punggung Tenggara), jadi jalur yang sama seperti tahun lalu bersama Scot
Fischer. Setelah dia pertimbangkan, maka Boukreev sanggup menjadi Kepala
Pendakian.

Terjemahan di bawah ini percakapan langsung dari suara Boukreev dgn tape
recorder,

Tawaran ini sangat menarik bagiku, karena saya masih ada "Niat" dan "Janji"
untuk menguburkan Scot Fischer dan Yasuko Namba secara layak, yang gugur dari
malapetaka ketika turun dari puncak Everest tahun lalu, ini sangat penting bagi
saya. Saya tidak dapat menghindari malapetaka itu walaupun saya telah berusaha
sekuat tenaga menghindari korban sekecil mungkin.

Dengan orang Indonesia saya melihat mereka percaya dengan kemampuan saya, dan
juga saya memerlukan uang untuk hidup saya. Saya harap tim Indonesia ini bisa
mengakui saya sebagai Trainer dan Pemimpin dalam tim pendakian ini. Saya juga
mengakui, saya sangat tersinggung dengan apa yang di tulis oleh media di amerika
tentang malapetaka tahun lalu.Tanpa dukungan dari teman-teman di Eropa seperti
Rolf Dujmovits dan Reinhold Messner, nama saya dimata masyarakat amerika sangat
buruk.

Setelah saya bertemu dengan organisator tim indonesia di Kathmandu, saya terbang
ke Jakarta untuk berbicara dengan Jendral Prabowo, yang sebagai Kordinator
Pendakian Nasional.

Saya mengatakan secara terus terang kepadanya, bahwa dengan keadaan seperti
sekarang, keberhasilan mencapai puncak Everest (perkiraan saya) sangat minim.
Saya mengatakan ke dia, barangkali hanya 30%, dan itu juga artinya hanya satu
pendaki yang sampai ke puncak. Seterusnya saya terangkan kemungkinan jatuh
korban juga 50%, 50%. Jadi dengan kemampuan pendaki Indonesia untuk mendaki
Everest menurut saya tidak memadai.

Karena itu saya mengusulkan satu tahun penuh training mendaki gunung yang
puncaknya tinggi secara perlahan beraklimitasi, dan usulan saya ditolak. Tradisi
saya dalam olahraga selalu dengan memakai pikiran yang sehat, tidak memakai cara
"Roulette Rusia".

Kematian seorang anggota ekspedisi, selalu pukulan yang berat yang menghancurkan
keberhasilan mencapai puncak. Pada ketinggian lebih dari 8000m, keselamatan
pendaki amatir juga menurun, termasuk juga orang yang fitness super. Saya tidak
bisa menjamin keselamatan orang-orang yang berpengalaman sangat sedikit atau
tidak sama sekali di gunung-gunung tertinggi di dunia ini.

Orang Indonesia bisa membeli dan mempelajari pengalaman saya, nasehat saya, dan
tugas saya sebagai pemimpin pendakian dan tim penyelamat. Kalau mereka ingin ke
puncak Everest, mereka harus menanggung sendiri kibat kesombongan mereka nanti,
karena mereka sangat tidak berpengalaman. Jendral Prabowo meyakinkan saya, bahwa
orang-orang mereka sangat bermotivasi dan mampu, mereka akan memberi jiwa
mereka, untuk mencapai tujuan ini. Satu jawaban yang jujur dan juga membuat saya
terkejut.

Saya merancang pekerjaan saya, agar pendaki Indonesia mendapat cukup kesempatan
belajar dari pengalaman saya, tapi juga mereka harus belajar berdiri sendiri.
Karena semua ini tergantung akhirnya dari kemampuan perorangan dan pertanggung
jawaban sendiri saat di Everest ketika mau muncak nanti. Walaupun telah
dipersiapkan semua sebelumnya, tetap saja berbahaya. Jendral Prabowo setuju,
sebelum ekspedisi dimulai, tim pendaki harus berlatih dan menguatkan kondisi
tubuh.

Saya tahu, bahwa kami membutuhkan para pelatih yang sangat menguasai dan
berpengalaman dalam teknik dan pengalaman di gunung yang tinggi, yang nanti akan
bekerja sebagai penasehat ketika berlatih dan aklimatisasi dan juga ketika
muncak mereka juga bekerja sebagai tim penyelamat. Konsep dari tim penyelamat
sangat penting bagi saya, karena itu saya tekankan dengan jelas. Saya juga tidak
bersedia memberi garansi ke jendral Prabowo akan keberhasilan ekspedisi ini.

Saya juga tidak akan melanjuntukan ekspedisi ini, walaupun kami sudah dekat
puncak, jika keselamatan tidak mengizinkan. Jendral Prabowo juga harus mengerti,
dengan keadaan para pendaki ketika mau muncak dan keadaan cuaca yang mungkin
saja membatalkan rencana menyerbu ke puncak Everest. Semua itu saya yang
menentukan. Dia juga harus mengerti, di ketinggian 8000m juga tim penyelamat
yang terbaik diduniapun, tidak bisa memberi garansi 100%.

Kalau hal yang tak diingini terjadi, saya bersedia berusaha menyelamatkan dengan
resiko keselamatan saya. Itulah dasar perjanjian kami. Training program akan
kami mulai dengan tepat waktunya. Di ambang musim dingin ini direncanakan
pelatihan aklimatisasi di ketinggian 6000m dengan udara dingin dan angin. Kami
akan berlatih; disiplin, mental dan stamina di cuaca yang berat, sesuai dengan
tantangan di Everest nanti.



Training program dimulai tanggal. 15 Desember 1996 di Nepal.

34 pendaki, orang sipil dengan beberapa pengalaman gunung, dan anggota tentara
yang tidak ada pengalaman di gunung tapi sangat fit dan sangat disiplin, mereka
ini semua sebagai anggota tim permulaan. Dari 34 orang ini akan disaring dan
diambil yang paling mampu untuk pendakian nanti. Karakter penyaringan dilihat
dari kesehatan, stamina, kemampuan, dan mental. Diwaktu ini para calon pendaki
belajar teknik tali menali dan tangga menangga dan juga teknik dasar dari
memanjat.

Ditahun lalu, komunikasi adalah masalah kami yang besar, dimana saya
mengetahuinya setelah semua terlambat. Bukan hanya perbedaan bahasa membikin
orang frustasi, juga tidak lengkapnya alat komunikasi. Sekarang ini, setiap
anggota tim harus dilengkapi dengan alat komunikasi. Saya usulkan dari "base
camp" selalu ada kontak langsung dengan pusat komunikasi di Kathmandu.

Kecuali itu saya menuntut untuk mendapatkan laporan cuaca dari setasiun
meteorologi di lapangan terbang Kathmandu setiap hari. Dari semua ini karena ada
bantuan militer, saya berterima kasih juga, karena kami juga dibantu oleh
militer Nepal.Perwira Ekspedisi kami Monty Sorongan yang bagus berbahasa inggris
berfungsi sebagai penghubung antara gunung dan pusat komunikasi di Kathmandu.
Dan bahasa dalam ekpedisi ini kami pergunakan bahasa Inggris. Semua ini untuk
menghindari kesalahpahaman.

Untuk ekspedisi ini saya berhasil mendapatkan 2 orang Alpinist rusia yang sangat
terkenal untuk bekerja sama dengan kami: Vladimir Bashkirov dan Dr. Evgeni
Vinogradski.Bashkirov yang berumur 45 tahun, berpengalaman selama 15 tahun
sebagai pemandu ekpedisi di daerah yang sulit, dan mengenal jalur di Pamir dan
Kaukasus, dan berhasil mendaki 6 gunung diatas 8000m, dua antaranya Mt.Everest,
suatu keuntungan di mau berkerja sama dengan kami. Lain dengan saya, dia pendiam
dan suka berdiplomasi dan juga pintar berbahasa inggris. Dia orangnya supel
untuk berkomunikasi, juga menguntungkan untuk tim ekspedisi. Di Rusia dia
terkenal sebagai kameraman petualangan dan produser film, nanti juga dia akan
membikin film untuk ekpedisi Indonesia ini.

Dr. Evgeni Vinogradski, umurnya 50 tahun, 7 kali juara manjat di Rusia dan 25
tahun berpengalaman sebagai pelatih pada pendakian gunung yang tinggi dan dokter
olahraga, yang akan melengkapi staf penasehat di ekpedisi ini. Evgeni dan saya
di tahun 1989 bersama-sama telah melintasi Kanchenjunga, dia termasuk teman baik
saya.Untuk saya dia adalah "Garuda Tua", yang telah mendaki lebih dari 20 gunung
yang berketinggian 7000m, dan 8 gunung yang berkentinggian lebih dari 8000m,
termasuk 2 pendakian Everest, salah satu dari itu dia telah bekerja sebagai
pimpinan pendakian.

Ang Tshering dari Asian Trekking di Kathmandu berfungsi bagian logistik dan juga
untuk mencari Sherpa yang bakal bekerja dgn ekpedisi kami. Kami harus bersyukur,
karena kami mendapatkan Sherpa Apa von Thami, 37th, 7x menaklukkan Everest,
sebagai Sirdar (pemimpin Sherpa) dan First Climber Sherpa (Sherpa yang ikut
muncak) untuk bekerja dengan kami. Sherpa berada dibawah komando Ang Tshering
dan staf Indonesia. Pekerjaan mereka seperti biasa di basecamp dan juga mereka
harus memasang tali pengaman di jalur diatas Breaking Ice (Eisbruch), menyiapkan
highcamp dan logistik dan ikut menyertai dihari penyerbuan ke puncak, mereka
harus mengirim tabung zat asam untuk tim yang muncak.

Pada tanggal. 6 Desember saya terbang dari Jakarta ke Amerika, karena saya punya
janji dengan dokter, untuk memerikasa muka dan mata saya, akibat dari kecelakaan
naik Bus dibulan Oktober.Bashkirov dan Vinogradski memimpin Training di Paldor
Peak, Ganesh Himal, dimulai pada tanggal. 15 Desember. 34 orang pendaki, dimana
separuh dari mereka tidak mempunyai pengalaman High Alpin, berusaha mencapai
puncak Paldor (5900m). 17 orang berhasil muncak. Mereka bertahan 21 hari
perlahan ber aklimatisasi dengan cuaca musim dingin.

Di bulan Januari dan Februari 34 pendaki melakukan Training yang ke dua di
Island Peak(6189m). 16 pendaki yang berhasil adalah pendaki yang telah berhasil
juga di Paldor sebelumnya. Mereka berada disana selama 20 hari dibawah suhu
minus 40 derajat Celcius dan topan musim dingin yang kencang. Dan 3 hari, 3
malam di ketinggian 6000m dengan keadaan cuaca yang sangat berat mereka harus
setiap hari mendaki dan turun dengan beda ketinggian 1000m, harus dicapai waktu
kurang dari 5 jam.

Training ini sangat optimal. Saya sendiri menggelengkan kepala: Paldor, Island
Peak, Everest. Sebagai Training program bukan untuk sembarangan orang.Kembali di
Kathmandu, Bashkirov dan Vinogradski membikin satu laporan untuk Kolonel Edi. Di
laporan itu diterangkan untuk ke 16 orang itu tentang kecepatan, penyesuaian di
ketinggian, kesehatan dan kemauan dari ke 16 orang ini. Pendaki dari Kopasus,
walaupun mereka tidak berpengalaman, tapi sangat berambisi dan disiplin dan
memperlihatkan di situasi yang sulit lebih bermotivasi.

Di penyaringan terakhir tinggal 10 Kopasus dan 6 orang sipil. Kami menganjurkan
hanya satu pendakian, yaitu dari bagian selatan, tapi telah ditolak oleh
Indonesia. Indonesia telah mendapatkan seorang: Richard Pavlowski untuk memimpin
satu tim indonesia yang mendaki dari arah Utara.Dan akhirnya kami mengambil 10
orang pendaki ke Base Camp di bagian Selatan, dan 6 orang pendaki ikut Richard
dan pergi ke Tibet.Setelah Island Peak, istirahat selama 26 hari. Kami harus
sebagai tim pertama di musim ini yang mendaki dan melalui Khumbu. Karena saya
ingin, kami sebagai tim yang pertama berada di gunung dan terus mendaki ke
puncak, karena saya ingin diwaktu muncak, tidak terjadi persaingan dengan tim
yang lainnya.

Helikopter Rusia membawa kami pada tanggal. 12 Maret dari kota Kathmandu yang
kotor berpolusi ke Lukla (2850m). 10 pendaki, 3 alpinist trainer Rusia dan 16
Sherpa ikut didalam Helikopter.Kami ingin ke Base Camp dan terus menyerbu puncak
Everest. Satu cita-cita yang sangat berambisi. Lukla adalah salah satu daerah
yang saya selalu merasakan kembali perasaan bebas merdeka.

Saya mencintai gunung. Disinilah rumah saya. Orang hanya bisa mengerti dengan
perasaan saya, kalau sudah pernah dipagi hari dengan Helikopter diatas
pegunungan ini, dan turun disana ditempat yang sunyi dan damai ditengah satu
daerah pegunungan yang tak ada duanya di dunia ini dengan puncaknya yang megah
menantang dengan punggungannya seperti tulang tengkorak yang tajam dan terlihat
diselubungi udara yang bersih bagaikan kristal.

Dari "Kemuliaan dan keluhuran ini, saya merasakan betapa sedikitnya dan kecilnya
diri saya dibandingkan dengan apa yang saya alami disini"

Seperti biasanya setelah kedatangan saya, dan saya merasakan setiap pagi, bahwa
saya datang di kampung halaman, yang karena itu saya dilahirkan. Ditahun ini ada
17 tim ekspedisi yang lainnya di Base Camp. Saya berusaha memisahkan tim kami
dari tim lainnya, untuk menghindari hal-hal yang saya tidak ingini.

Sementara sedang didiskusikan, Sherpa dari tim yang akan memasang tali pengaman
dia Breaking Ice (Eisbruch), karena tali pengaman ini juga nanti akhirnya
digunakan oleh tim-tim lainnya ketika melewati Breaking Ice. Biasanya hal ini
dikerjakan oleh Sherpa dari satu ekspedisi atau bersama-sama dari beberapa
ekspedisi dalam memasang Tali pengaman dan tangga-tangga. Dan upah mereka untuk
mengerjakan ini, malah diambil oleh organisasi ekspedisi, diatas disini masih
juga di praktekkan sistem Kolonial.

Banyak tim yang akan melaluinya, jadi sedang dipikirkan, kalau tim yang tadinya
tidak mengirim Sherpanya dalam memasang tali pengaman dan tangga, kalau lewat
harus bayar. Dan ditahun ini telah terbentuk juga sementara perkumpulan
"Pangboche Sherpa Cooperative" yang memperjuangkan menerima uang bayaran itu,
lumayan banyak untuk mereka dari 10 sampai 20 ribu Dollar. Sherpa dari tim Henry
Todd dan Mal Duff yang mengerjakan tali pengamanan dan tangga dengan cepat, yang
nantinya juga akan kami gunakan.

Mulai dari sekarang, seluruh jalur untuk muncak sudah diamankan. Dan seluruh
ekspedisi akan menggunakan jalur ini, dan membayar ke perkumpulan "Pangboche
Sherpa Cooperative"Waktunya nanti akan datang, dimana orang Nepal nanti 100%
berkuasa memasarkan gunung ini, seperti orang Amerika dengan McKinley, tentu
saja akan datang protes dari pihak-pihak tertentu yang sekarang saja membayar
Sherpa yang bekerja paling berat, sangat murah dan dibawah tarif.

Tim kami sampai di Base Camp tanggal 19 Maret. Karena tim kami telah melakukan
Training, kami tidak perlu ber aklimatisasi lagi di ketinggian sebegini. Didepan
kami terletak Breaking Ice (Eisbruch), mental sangat penting dalam pendakian
Everest, karena balok-balok Es di Breaking Ice yang seperti raksasa besar,
tinggi dengan jurang gletser yang menganga pecah berantakan tak beraturan dan
setiap saat bentuk dan posisinya selalu berubah, karena gerakan dari gletser
yang turun kebawah.

Jadi ketika kami melalui daerah ini, keberanian kami akan diuji, setiap langkah
harus di perhitungkan, kalau tidak terperosok masuk jurang es menuju Nirwana.
Kami memanjat berjam-jam melalui jurang es gletser yang terbuka dan tidak tahu
berapa dalamnya, dengan menggunakan tangga yang di ikat-ikat dan
disambung-sambung, mendaki terus melalui balok es yang bergerak setinggi rumah
yang bertingkat-tingkat.

Tanggal 22 Maret kami mendaki dengan seluruh anggota tim ke Camp 1 untuk
beraklimatisasi. Semua anggota menunjukan keadaan yang menggembirakan, hanya
memperlihatkan sedikit ketidak biasaan, tapi dalam pendakian kedua kalinya
mereka telah menunjukkan rutinitas dan lincah. Setelah ini selesai, datang
berikutnya, naik lagi, istirahat beraklimatisasi.

Setelah 2 hari istirahat di Base Camp, pada tanggal 26 Maret kami naik lagi ke
Camp 1 (6000m) dan bermalam disana, dan pada tanggal 27 Maret langsung naik ke
Camp 2 (6500m).Disitu kami bermalam 2 malam dan mendaki sampai ketinggian 6800m.
Dan tanggal. 29 Maret kami turun lagi ke Base camp dimana kami 3 hari
beristirahat. Ditahun ini semua anggota tim dan staf semua sehat
walafiat.Aklimatisasi kami yang ke 3, mulai tanggal. 1 April. Kami mendaki
langsung dalam waktu 8 jam ke Camp 2, dan bermalam disana 2 malam.

Tanggal. 4 April kami mendaki sampai ke ketinggian 7000m, dan kembali lagi ke
Camp 2 dimana kami beristirahat esoknya.Tanggal. 6 April kami menerjang langsung
sampai ke Camp 3 (7300m). Sebelumnya Sherpa kami telah memasang tali pengaman
yang menuju ke Camp 3.



Tanggal. 7 April kami beristirahat di Camp 3.

Sekarang ada masalah yang timbul dari struktur organisasi kami ini. Sherpa tidak
berada dibawah komando saya. Tugas mereka hanya menolong di pekerjaan tertentu
saja. Contohnya, masang tali, membangun Camp dan transport Logistik. Pekerjaan
yang harus dikerjakan sebenarnya banyak, karena kami yang pertama di depan di
jalur ini, dan tidak ada pertolongan dari Sherpa, mereka semua di
belakang.Pertolongan Sherpa tidak bisa mengimbangi kami tim pendaki yang selalu
bergerak menuju ketempat yang lebih tinggi. Apa (pemimpin Sherpa) juga sedih
melihat orang-orang dia yang tidak cukup memadai karena kurang kemampuan dan
pengalaman, yang bisa mengakibatkan tersendatnya pendakian ini.

Saya berencana dengan tim pendaki sambil melatih aklimatisasi aktif bermalam di
saddel selatan (7900m) dan sampai di ketinggian 8200m mendaki. Dan juga saya
akan merencanakan di ketinggian 8500m membuka HighCamp darurat disini. Untuk
berjaga-jaga kalau turun nanti, kalau terjadi perubahan cuaca, dan juga biasanya
disebabkan turun yang lambat, karena itu juga waktunya juga jadi terlambat,
sehingga datang topan es dll. Karena Sherpa berontak dan menolak mengerjakan
ini, maka rencana saya ini batal.Sebagai kompromi saya membantu Apa memasang
tali pengaman dari Camp 3 ke Yellow Band (Gelbend Band, lereng yang berwarna
kuning) di ketinggian 7500m. Tanggal 8 April kami mendaki dengan 8 pendaki
sampai di lereng kuning, dan turun kembali ke Camp 3. Kami bermalam disini dan 9
April kami turun sampai ke Base camp.

Sebenarnya terlihat sekarang perbedaan kondisi dan prestasi dari setiap pendaki,
dimana ketinggian dan beratnya lapangan yang menyeleksi mereka sendiri secara
alami. Dimana pendaki dari orang sipil motivasi mereka kurang dan tidak begitu
berkonsentrasi dengan tujuan mereka dibandingkan dengan anggota Kopassus, dimana
3 dari anggota Kopassus ini walaupun dengan kekurangan mereka dengan pengalaman,
sebagai calon yang terkuat untuk menyerbu puncak nanti.Mereka ini bergerak
dengan enteng dan tahan dengan ketinggian tanpa masalah. Dan ambisi mereka untuk
sampai ke puncak tidak pernah padam. Diwaktu kami turun, saya melihat prestasi
yang mengendor dari para pendaki, kecuali 3 orang Kopassus ini, melaksanakan
turun gunung dari Camp 3 sampai ke Base camp tanpa kesulitan. Ketiga orang ini;
Sersan Misirin 31th, Prajurit Asmujiono 25 th, Letnan Iwan Setiawan 29th.

Untuk menyerbu ke puncak nanti, saya akan membagi menjadi 3 grup, grup saya,
Bashkirov, Vinogradski dengan setiap grup 1 orang pendaki Kopassus dan 1 Sherpa,
dan juga Sherpa yang lainnya yang kuat dan sehat harus mendukung penyerbuan ini
juga.Pada tanggal. 9 April kami kembali ke Base Camp, dimana saya yakin sebelum
penyerbuan ke puncak, istirahat di daerah yang rendah, sangat positiv bagi tim
pendaki, karena itu saya suruh anggota tim untuk turun beristirahat selama satu
minggu di perkampungan hutan Deboche (3770m).

Tidak ada yang lebih baik untuk tubuh dan jiwa manusia beristirahat di hutan
yang lebat hijau dan kaya zat asam. Disini kami bisa menghindari dari kegiatan
rutin yang selalu kami lihat di Base camp, sebab setelah 3 minggu latihan berat
di atas es dan daerah yang menjemukan, maka tubuh dan jiwa tentu menjerit ingin
rilek.Perwira penghubung militer kami Kapten Rochadi saya tekankan bahwa kami
membutuhkan di Camp 5 dua tenda, sepuluh botol zat asam, sleeping bag dan alas
tidur. Saya harap dia dalam 7 hari selama kami tidak ada dengan Apa dan
Sherpanya mentransport itu semua.

Pada tanggal 21 April tim datang ke Base Camp dari Deboche, dimana kami
melakukan upacara dan berdoa. Orang Indonesia selalu ingat dengan Tuhan, mirip
dengan para Sherpa yang setiap pagi memberi kurban untuk gunung. Saya respek
dengan kepercayaan mereka.
Wajah-wajah dari pendaki dan seluruh anggota tim, ketika upacara dan berdoa
sangat serius dan sangat berkonsentrasi. Dan sisa hari ini, para anggota
menyiapkan diri untuk persiapan pendakian. Selama menunggu hari pendakian semua
menunggu tegang, pada diri saya terasa ketenangan bermeditasi, tapi juga
kegembiraan atas datangnya pendakian.

Saya tahu bahwa Camp 5 belum berdiri. Apa meyakinkan saya, ketika hari muncak,
Camp itu akan selesai. Saya juga memohon dengan tim Rusia yang kebetulan
beraklimatisasi di Camp 3, agar mereka menolong kami jika terjadi yang tak
diingini. Dan di Camp 2 juga ada Sherpa dan tim lainnya yang akan menolong kami,
jika keadaan berbahaya. Bashkirov, Vinogradski, Apa dan saya ketika muncak
dilengkapi dengan alat komunikasi. Satu atau dua dari kami akan selalu menemani
pendaki. Di Sadel Selatan dua Sherpa berjaga dengan alat komunikasi, kami juga
ada hubungan komunikasi dengan tim Rusia di Camp 3, dengan orang kami di Camp 2
dan juga dengan Base Camp.

Kabar cuaca dari Kathmandu menggembirakan. Gangguan cuaca yang sebentar baru
saja berlalu, dan 5 hari kedepan tampaknya aman untuk kami. Aman adalah relatif.
Diatas ketinggian 8000m dengan cuaca yang bagus, jangan disangka tidak ada
tantangan.Pada tanggal 22 April tengah malam 3 orang Rusia dan 6 orang Indonesia
dibawah sinar bulan berangkat dari Base Camp yang aman mendaki untuk muncak.
Kami mendaki cepat sampai di Camp 2. Tim pendaki Indonesia juga cepat mendaki
hanya membutuhkan waktu 6 jam sampai di Camp 2 tanpa masalah.

Tanggal 23 April kami beristirahat di Camp 2.Tanggal 24 April sebagian dari
pendaki dan Sherpa tinggal di Camp 2, Bashkirov, Vinogradski dan saya bersama
Misin, Asmujiono dan Iwan mendaki ke Camp 3, tim kami kelihatan dapat berdiri
sendiri dan stabil, kami juga kadang-kadang bercanda.

Pada tanggal 24 April ini, angin kencang di Sadel Selatan, tapi dari Kathmandu
melalui Kapten Rochadi mengatakan angin kencang itu tidak begitu serius,
diperkirakan dalam 2 hari angin kencang itu akan reda.Saya memutuskan semua
anggota tim pendaki tetap di Camp 3, dan Sherpa semua turun ke Camp 2 untuk
mencari Apa yang telah berjanji untuk membereskan Camp Darurat, tapi sekarang
belum beres juga.

Pada tanggal 24 April ini kami beristirahat, dan tanggal 25 April tim kami
mencapai Sadel Selatan antara jam 15.00 dan jam 17.00. Pendaki Indonesia telah
melalui jalur ini tanpa tabung zat asam tambahan dan tanpa masalah. Keadaan
mereka sangat bagus, kerja sama mereka berfungsi, dan bermotivasi tinggi.

Jalur terakhir menuju puncak, setiap pendaki Indonesia harus membawa 2 tabung
zat asam, dengan teratur 2 liter per menit menggunakannya. Dan Sherpa yang juga
menggunakan tabung zat asam, harus membawa 3 tabung zat asam ekstra untuk setiap
orang tim pendaki.

Karena kami ekspedisi yang pertama tahun ini, kami tahu melewati jalur ini
membutuhkan banyak tenaga, karena salju sampai setinggi paha sebab sudah lama
tidak dilewati orang, dan juga di ketinggian 8100 sampai 8600m salju masih saja
setinggi dengkul. Dan juga kami harus memasang tali pengaman sendiri.Untuk
pendakian kali ini saya menggunakan tabung zat asam, sebab setelah terjadi
kecelakaan dengan Bus, saya tidak mengetahui daya tahan badan saya. Jadi untuk
menjaga keselamatan saya dan keselamatan orang yang saya jaga ini, saya harus
menggunakan tabung zat asam.

Dan juga banyak perubahan keadaan di jalur yang akan kami lalui, ketika kami
sampai di Sadel Selatan. Seluruh jalur yang akan kami lalui, masih penuh dengan
salju yang tingginya setengah meter sampai satu meter. Dan juga Sherpa yang
masih fit hanya 8 orang. Camp Darurat masih harus dibangun. Saya tidak bisa
memaksa Sherpa yang dengan beban berat di punggungnya, untuk cepat mendaki
keatas membangun Camp Darurat itu. Kalau saya tetap menuntut mereka melakukan
itu, dengan iklim diatas seperti ini, berarti saya ini orang yang sangat kejam.

Jadi kami punya 8 Sherpa, sekarang hanya Apa dan Dawa yang akan ikut naik sampai
ke puncak, bersamaan dengan itu Sherpa yang lainnya nanti harus membawa logistik
ke Camp Darurat (8500m). Apa kembali berjanji dengan saya, "Bereslah itu semua,
jangan khawatirlah".Bashkirov, Vinogradski dan saya mengetahui bahwa tabung zat
asam hanya pas-pas-an, yang berarti nanti dalam keadaan darurat, kami harus
tanpa tabung zat asam dalam pendakian. Satu tabung zat asam cukup untuk 6 jam
kalau orang menyetel 2 L /menit, tapi jarang di setel segitu.

Kalau kami setel 1L /menit, maka persediaan akan dua kali lipat. Peralatan yang
akan diangkut keatas juga banyak, didepan kami sedang menunggu kerja yang berat
sekali.Tanggal. 26 April ditengah malam kami mulai mendaki keatas dari Sadel
Selatan. Saya menggunakan tabung zat asam 1 L /menit, saya selalu paling depan,
jalan perlahan dan sulit.Vinogradski dan Bashkirov menghemat tenaga mereka dan
mengikuti di belakang bersama-sama dengan Kopassus. Diketinggian 8300m kami
merasakan, kecepatan kami seperti ditahun yang lalu. Saya di depan dan Apa
dibelakang saya. Tapi tim sedikit lambat.

Saya mendaki terus melalui ketinggian 8600m. Setelah 9 jam melalui salju
setinggi paha, saya mencapai dengan susah payah Puncak Selatan. Dibawah saya,
Apa mengamankan jalan yang terjal di ketinggian antara 8600m sampai 8700m hampir
mencapai Puncak Selatan. Jam 11.00 seluruh tim mencapai Puncak Selatan.Kami
mengadakan evaluasi, dan Apa menganjurkan, saya terus mendaki sampai puncak dan
melihat keadaan. Okay, kata saya dan ketika saya menanyakan tali ke dia, dia
menjawab, bahwa kami tidak mempunyai tali lagi. Saya kecewa dengan Apa, masak di
ketinggian segini saya harus mencari tali bekas yang tertimbun dibawah salju,
dan nantinya akan saya sambung-sambung sebagai tali pengaman untuk tim ini,
sebanyak itu tenaga saya juga tidak.

Dan Apa mengaku, dia menggunakan tali terakhir yang panjangnya 100m, untuk
mengamankan jalur yang sebenarnya tidak perlu di amankan, saya sulit mengerti
dengan tindakan dia ini.Disini salju sangat tebal, jadi tempat bahaya menganga
yang tidak terlihat, jadi bahaya sekali.Apa menawarkan diri, untuk turun dan
mengambil tali. Tapi sekarang faktor waktu yang harus dipikirkan. Waktu berjalan
terus, kami harus terus mendaki atau turun.

Apa yang merasa bersalah, karena kelalaian dia, yang bisa mengakibatkan
ekspedisi ini gagal, ingin membetulkan kesalahannya kembali. Dia pergi kedepan
dan mengamankan jalur kami dengan sisa tali yang terachir panjangnya 40m dan
tali tua, bekas tali ekspedisi-ekspedisi sebelumnya dahulu.Selama itu kami
istirahat, saya merasakan tenaga saya datang kembali.

Ketika Dawa menyusul kami, kami mendapat berita, bahwa di ketinggian 8500m sudah
berdiri satu Kemah dan persediaan tabung zat asam untuk kami. Apa telah memasang
tali pengaman yang terpisah-pisah sampai diatas akhir Hillary Step. Yeah! tim
kami semua fit. Jam waktu 12:30 ketika Apa meliwati Hillary Step. Cuaca top.
Camp Darurat beres. Bashkirov, Vinogradski dan saya memutuskan walaupun kami
sangat terlambat, yang kami perkirakan sekitar jam 15:00 sampai di puncak.

Misirin berjalan maju pelan tanpa pertolongan. Asmujiono bergerak mantap, tapi
seperti orang yang sedang bermeditasi. Juga Iwan berjalan pelan, dari dia bisa
dilihat kemampuan koordinasinya berkurang, tapi mentalnya masih kuat.Misirin
menunjukkan dari semuanya yang paling mantap, karena itu kami memberikan dia
kesempatan untuk orang yang pertama mencapai puncak. Tekad dari orang tiga ini
tidak terpecahkan, kesempatan mencapai puncak, tidak mau mereka sia-siakan.

Terpikir diotak saya, biar satu orang saja yang muncak, yang lainnya turun.
Ah...! nanti saja saya pikirkan, kalau kami sudah melalui Hillary Step. Dan
tiba-tiba saya merasakan Asmujiono konsentrasinya mulai berkurang, dan saya
katakan kepada Dr. Vinogradski untuk mengamati Asmujiono. Bashkirov dan Misirin
jalan paling depan, setelah itu Iwan dan saya, Asmujiono dan Dr. Vinogradski
terakhir dibelakang.

Punggungan gunung hari ini tampaknya lain dari biasanya, lebih terjal dengan
salju yang tebal sekali. Iwan bisa maju dengan perlahan. Dan disatu tempat
badannya oleng, disaat yang kritis berhasil selamat dengan tali pengaman. Ketika
saya sedang memperlihatkan kepadanya bagaimana cara orang menggunakan Linggis Es
(Eis Pickels) di punggung gunung secara benar, disini jelas sekali terlihat,
saya berhadapan dengan orang yang pertama kali dalam hidupnya, yang melihat
salju baru sejak 4 bulan yang lalu.

Sebenarnya melalui jalur punggung gunung ini, dengan hanya menggunakan tali
pengaman, sudah cukup, hal ini sudah saya perhitungkan sebelumnya, jadi tidak
perlu menggunakan Linggis Es. Tapi sekarang saya harus mengajarkan menggunakan
itu ke anak muda yang sabar dan bertekad bulat ini. Saya bertanya kembali kediri
saya sendiri " Apa artinya semua ini, bagi orang Indonesia?". Sebagai seorang
olahragawan, saya tidak akan mempertaruhkan nyawa, hanya sekedar untuk sampai ke
puncak, tapi serdadu ini, yang prinsipnya lain dari yang lain, mempertaruhkan
nyawa mereka untuk keberhasilan ekspedisi ini.

Menemukan :Jenazah Bruce Harrods, yang hilang pada th.1996, anggota Johannesburg
Sunday Times Expedition Afrika Selatan

Setelah Iwan berjuang melalui punggungan gunung, dimana di situasi ini saya
harus terus mengamati, kami mendaki terus perlahan dan saya sampai di kaki
Hillary Step. Disini saya ketemu satu jenazah ( Jenazah Bruce Harrods, yang
hilang pada th.1996, anggota Johannesburg Sunday Times Expedition Afrika
Selatan). Dia tergeletak dengan tubuhnya di lilit tali disana, Besi cengkram
sepatu es nya (Crampon) di keadaan posisi mau naik, dan mukanya sudah tidak
dikenal lagi.

Cuaca disini memang berat, saya mengenali dia hanya dari jaket biru bulu angsa
yang dipakainya. Saya dan semua di tim kami sangat menyesal tidak bisa berbuat
banyak dengan jenazah ini, karena keadaan yang tidak memungkinkan, respek kami
besar dalam hal ini. Dan juga tugas pokok saya sebenarnya, menjaga lampu
kehidupan orang Indonesia yang sudah mulai berkerlap-kerlip ini, dan juga
situasi kami juga lain dari tidak berbahaya.

Saya sampai di ujung Hillary Step, selagi Iwan dan Asmujiono dibelakang saya
melewati punggung gunung. Disitu saya berdiskusi dengan Bashkirov, dimana kami
harus memutuskan apakah hanya Misirin sendiri yang terus mendaki sampai di
puncak, dan yang lainnya turun. Apa dan Dawa sudah terus mendaki didepan menuju
puncak., Asmujiono sedang berusaha melewati Hillary Step, Vinogradski nampak di
belakang. Dia berusaha meyakinkan Iwan untuk turun, tapi dia tidak mau, bisa
dilihat bagaimana Iwan berjuang pantang mundur terus mendaki keatas melalui
Hillary Step. Tidak satupun dari orang Indonesia ini bersedia untuk menyerah.

Saya merasa khawatir dengan persediaan tenaga mereka, karena saya memikirkan
mereka untuk turun nanti, karena nanti mereka juga memerlukan tenaga mereka
sendiri. Walaupun hanya sampai ke puncak tinggal lebih dari 100m, demi
keselamatan, saya bilang ke Iwan dan Asmujiono dan menasehatkan mereka untuk
berbalik, dan turun. Mereka menolak mentah-mentah!

Sebab itu kami semua terus saja naik menuju puncak. Saya menyusul kedepan sampai
30m dari puncak, disana saya menemui Apa dan Darwa dan membicarakan soal keadaan
Iwan dan Asmujiono, yang sudah berjalan seperti Robot, tapi konsentrasi penuh
kearah puncak. Saya ingin mereka turun, selagi mereka masih kuat dan sanggup.
Mungkin sekali kami nanti menggunakan Camp yang di ketinggian 8500m. Saya ingin
secepat mungkin turun dari puncak, karena sekarang sudah pukul 15:00 jadi sudah
sangat kemalaman. Cuaca masih stabil, tapi sudah mulai kelihatan awan putih
halus mengambang di sisi Selatan. Karena saya lihat pendaki Indonesia setiap
satu langkah satu menit istirahat, pasti mereka masih memerlukan waktu setengah
jam sampai puncak.

Ketika saya sampai di puncak yang disusul Misirin dan Bashkirov dengan jarak 30
m dibelakang saya, saya melihat Misirin jatuh diatas salju. Dan tiba-tiba muncul
Asmujiono dan melewati Misirin yang masih tergeletak diatas salju. Dengan
pandangan matanya yang selalu tertancap ke puncak Everest, dia berlari kecil
seperti dibawah sadar dan gaya "Slow Motion" menuju tiang berkaki tiga yang
penuh dengan bendera yang tanda sebagai puncak Everest itu, dan dia langsung
memeluknya. Dia menyingkirkan semua apa yang ada kepalanya, dan langsung memakai
Baret Merah keatas kepalanya, dia terus mengambil bendera dan mengibarkan Sang
Saka Merah Putih di puncak Everest. Ketakjuban saya seperti ini, tidak pernah
saya alami.

Karena tekad laki-laki ini, membuahkan kebanggaan untuk Bangsanya.

Cukup sekarang!, sekarang juga turun semua. Saya periksa kondisi saya. I feel
good dan masih ada tenaga simpanan. Juga Bashkirov dan Vinogradski masih kuat
dan "Brain" mereka masih berfungsi normal. Kami masih bisa berpikir untuk
mengontrol ini semua, sedang orang Indonesia lebih banyak dari spontanitas dari
kebiasaan yang mereka lakukan, yang dalam hal-hal yang tertentu bisa
membahayakan mereka.

Saya membikin foto Asmujiono. Sekarang sudah jam 15:30 sudah sangat terlambat
(kemalaman). Bashkirov sampai di puncak. Apa yang kembali lagi ke puncak,
langsung saya perintahkan untuk membangun tenda di Camp 5. Kami tinggal di
puncak tidak lebih dari 10 menit. Vinogradski hanya beberapa meter dari tiang
tiga kaki, ketika saya memerintahkan semuanya untuk turun. Vinogradski balik dan
pergi mencari Iwan, yang berada 80m dari puncak. Dan saya pergi ke Misirin yang
berada 30m dari puncak, tergeletak diatas salju, dan saya berjongkok disamping
dia, dan mengatakan ke dia, kami telah sampai di puncak. Saya keheranan, ketika
tiba-tiba dia berdiri dan berjalan untuk turun. Seratus meter dibawah puncak
diwaktu turun, kami bertemu dengan Vinogradski dan Iwan. Memang berat hati saya
memerintahkan laki-laki ini yang tinggal beberapa meter dari puncak untuk segera
turun, tapi saya tetap keras demi keselamatan diri mereka sendiri, karena setiap
menit sangat berharga. Kalau kami tidak berhasil turun dibawah sinar matahari,
rencana yang telah disusun akan berantakan.

Kami sampai di Puncak Selatan pada jam 17:00, setelah kami bersusah payah dengan
mempergunakan tali-tali bekas dan tua menyelusuri jalan turun, yang telah di
pasang Apa yang di putus-putus untuk melewati punggungan gunung. Saya turun yang
paling akhir, Dawa sudah menunggu di Puncak Selatan. Ketika turun dari Puncak
Selatan Misirin terjatuh ber-kali-kali tapi dia berdiri kembali dan terus turun.
Iwan, yang memakai tabung zat asam dari Vinogradski, tiba-tiba terlepas dari
tali penyelamatnya dan menyerosot kebawah. Kalau Vinogradski tidak memegang dia
dan mengikatkannya kembali di tali pengaman, jurang yang beratus meter dalamnya
menganga menanti dia. Asmujiono yang bergerak lincah turun sama-sama dengan
Sherpa. Saya memimpin grup ini dan berjalan di depan dengan menyalakan lampu
senter dikepala saya yang saya arahkan ke jalur jalan kami.

Sumber : "The Climb" karangan Anatoli Boukreev, Kompas
disunting dari mapala UPN yogyakarta/artikel

Posting Komentar

About This Blog

Blog ini mengarsipkan berita,cerita,dan fakta tentang Himalaya.Semoga blog ini bermanfaat bagi para pendaki tanah air

Blog Archive

  © Blogger template Snowy Winter by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP